hahahaha...
T.T Akhirnya setelah perjuangan yang sengat keras karena gak ada ide sama sekali seperti yang sudah kalian tunggu2 part 3 udah selese...
huffffffffttttt...
Ya udah deh langsung aja yan baca nih part 3 tapi maaf ya kalo rada aneh..
hehehehehehehe....
Dah deh Enjoy :D
Bab 3
Aku terbangun dari mimpi burukku. Aku terengah-engah. Kurasakan aku masih bernafas dan aku melihat sekeliling. Aku masih di kamarku pikirku.
“Elle, sampai kapan kau masih terus tidur? Sekarang sudah siang.” Seru Reina dari lantai bawah.
“Aku sudah bangun mom.” Balasku. Aku terdiam mengingat mimpiku. Aku bergidik. Kulihat jam wekerku sudah menunjukkan pukul 07.00. Aku sedikit menggeliat dan turun dari kasurku menuju kamar mandi.
Aku membersihkan diriku setelah itu aku mengambil blus hitamku dan jins biru tuaku. Dan pergi menuju ke baewah. Aku begitu terburu-buru. Aku mengambil sehelai roti panggang dan menggitnya. Setelah habis aku meminum teh dan bergegas menuju sekolah. Lotusku melaju dengan kencang.
Sesamapinya di sekolah Conor langsung menghampiriku.
“Elle!” Seru Conor. AKu menoleh tersenyum kaepadanya. Conor berlari kearahku.
“Kau ad pelajaran apa sekarang?” Tanyanya.
“Sastra Inggris.” Ujarku jijik. Aku memang tidak menyukai semua pelajaran sastra. Itulah aku.
“Oh, Ell. Kau memang tidak berubah. Baiklah sepertinya aku harus bergegas. Aku tidak mau Mrs.Floe menungguku.” Ujarnya tersenyum dan meninggalkan aku.
“Baiklah Con, sampai ketemu nanti.” Seruku. Conor melambai. Aku berjalan menuju Kelasku. Saat aku masuk Kulihat Nathaniel sedang duduk. Aku melihatnya sekilas dan tanpa sadar aku berjalan menuju sebelahnya.
“Bolehkah aku duduk disini?” Tanyaku. Nathaniel terdiam sambil menatapku bingung. Aku diam menunggu jawabannya.
“Ya.” Jawabnya, lalu membuang muka. Aku terdiam seperti orang autis. Setelah berhasil menemukan jiwaku, aku langsung duduk di sebelahnya. Terdiam menunggu pelajaran dimuali. Kulihat teman-teman mulai masuk dan memperhatikanku denagn tatapan bingung dan takjub. Apa yang salah dariku? pikirku dalam hati. Aku melihat cara berpakaianku. Tidak aneh batinku. Tak lama kemudian aku terinagt ucapan Julia kalau keluarga Hales sangat tertutup. Mungkin karena aku duduk di sebelah Nathaniel aku berpendapat. Aku terlalu sibuk berfikir sehingga tidak menyadari Mrs.Prenelly sudah dating.
“Ms. Perry, apakah kau baik-baik saja?” Tanya Mrs.Prenelly ketika ia melihatku. Mungkin ia melihat tatapan kosong di mataku.
“Dia hanya sedikit kurang enak badan Mrs.Prenelly.” Jawab seseorang. Aku menoleh ke sumber suara. Nathaniel pekikku dalam hari. Pikiranku kian merajalela. Apa yang ia katakan? Mengapa ia berkata seperti itu? pikirku. Aku masih terdiam seperti orang bisu. Aku masih melihat Nathaniel dengan pendangan heran seperti anak autis. Nathaniel mengangkat sebelah alisnya. Aku masih terpaku melihatnya.
“Oh aku dapat melihatnya Mr.Hales.” Jawab Mrs.Prenelly. “Kurasa kau sebaiknya pergi ke ruang kesehatan Ms.Perry.” Lanjutnya.
“Kalau kau izinkan Mrs.Prenelly, Bolehkah saya mengantarnya ke ruang kesehatan. Kurasa ia tidak mampu bila sendiri. Kau tahu mungkin ia pingsan di perjalanan” Ujar Nathaniel sopan.
“Kau benar juga Mr.Hales.” Kata Mrs.Prenelly. “Kau bias mengantarnya” Lanjutnya.
Aku masih duduk terdiam, sampai Nathaniel menarik tanganku dan membawaku keluar kelas. Aku mengikutinya dari belakang. Kurasakan pendangan siswa-siswa lain yang menatapku dengan tatapan terkejut. Aku masih mengikutinya, menunggu waktu yang tepat untuk melontarkan berbagai macam pertanyaan yang ada di otakku. Kamis udah berada di lorong-lorong. Nathaniel masih menarik tanganku. Saat aku tersadar aku segera menepis tanganku. Nathaniel menoleh kepadaku.
“Kenapa kau berkata seperti itu kepada Mrs.Prenelly?” Tanyaku bingung.
“Karena sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan sastra inggris. Dan jika Mrs.Prenelly tahu, kau akan di beri hukuman. Kau mau?” Balas Nathaniel.
“Tidak.” Balasku. “Tapi kau tahu daimana aku tidak memperhatikan” Tanyaku spontan.
“Aku memperhatikanmu.” Jawabnya. Entah mengapa jawaban Nathaniel membuat pipiku panas. Aku malu.
“Jagalah sikapmu Ms.Perry” Ujarnya. Aku terbelalak tidak mengerti apa maksudnya. Aku memperhatikan. Oke mungkin ini konyol, tapi entah kenapa aku merasakan bahwa selama ini Nathaniel terus mengawasiku. Aku lagi-lagi hanya melayangkan pandangan bingung kepada Nathaniel. Nathaniel memperhatikanku.
“Apakah ada yang salah?” Ujarnya.
“Yep” Ujarku. “Kau memanggilku Ms.Perry” Lanjutku.
“Itu tidak salah” Nathaniel membela diri.
“Tentu saja tidak” Koreksiku secepat mungkin. “Kenapa kau tidak memanggilku Elle saja.” Lanjutku.
“Baiklah, Elle.” Jawab Nathaniel. Aku tersenyum tipis. Tiba-tiba saja Nathaniel berhenti. Aku bingung.
“Mengapa kita berhenti?” Tanyaku seperti orang bodoh.
“Kita sudah sampai di ruang kesehatan.” Jawabnya.
“Tapi aku tidak sakit.” Balasku. Nathaniel menatapku.
“Secara fisik kau memang tidak sakit, tapi mungkin kau punya gangguan kejiwaan Elle” Ujar Nathaniel. Mukaku merah padam. Aku sangat malu.
“Oh bisa-bisanya kau berkata seperti itu kepadaku” Ujarku. Nathaniel terkekeh.
“Cepatlah masuk ke dalam” Nathaniel berkata sambil sedikit tersenyum.
“Oh. Aku tidak sakit dan aku tidak mau masuk ke dalam. Aku lebih baik pergi ke kantin membeli sekaleng coke. Kau mau ikut?” Ujarku.
“Baiklah.” Ujarnya. Kami berjalan menuju kantin. Saat kami sampai di kantin aku melihat seorang perempuan. Aku berusaha mengingat perempuan itu, ternyata ia adalah perempuan yang bersama Nathaniel waktu di tempat parker. Perempuan itu menghampiri kami berdua dan langsung memeluk Nathaniel.
“Siapa dia?” tanyaku kepada Nathaniel.
“Dia adikku.” Balasnya sambil menyenggol perempuan itu. Perempuan itu langsung menoleh kepadaku dan memperkenalkan diri.
“Hai. Kau pasti Elle Perry. Kenalkan aku Elvira” Ujarnya sambil mengulurkan tangan. Aku menyambut uluran tangannya. Aku berpikir darimana ia tahu namaku. Kulihat Elvira hanya tersenyum tipis kepadaku.
“Baiklah aku akan mengmbil coke. Apa kalian mau?” Tanyaku.
“Aku mau” Ujar Elvira.
“Aku tidak, terimakasih” Ujar Nathaniel. Aku mengambil 2 kaleng coke, dan kembali menemui mereka.
“Ini minumanmu Elvira” Ujarku sambil menyodorkan sekaleng coke kepadanya.
“Terima kasih Elle” Kata Elvira sambil membuka kalengnya. Aku membuka kalengku dan langsung meminumnya..
“Elvira, bagaimana kau bisa tahu namaku?” Tanyaku begitu aku dan Elvira selesai minum.
“Mmm… Nathaniel yang memberitahuku” Ujarnya tanpa beban. Aku terdiam. Berfikir untuk apa Nathaniel memberitahunya siapa aku. Aku bukan siapa-siapnya Nathaniel.
“Oh Nathaniel memberitahuku karena dia bilang kau tidak taku dengan keluarga Hales” Ujar Elvira seakan mengetahui isi pikiranku.
“Untuk apa aku takut?!” tanyaku bingung. Aku menunggu jawaban dari Elvira maupun Nathaniel.
“Karena semua orang menatap kami dengan perasaan takut.” Nathaniel membuka suara.
“Mengapa?” Kataku masih bingung. Nathaniel dan Elvira hanya dapat mengangkat bahu. Tanpa sadar waktu berjalan sangat cepat. Tiba-tiba saja bel sudah berbunyi. Waktu istirahat telah tiba. Semua orang berhamburan dari kelas dan pergi menuju kantin. Aku menyadari banyak orang melihatku yang sedang bersama keluarga Hales. Kurasakan pandangan aneh mereka semua. Itu membuatku tidak nyaman. Aku membalas tatapan mereka semua. Saat aku sedang melihat mereka kurasakan seseorang memegang bahuku. Aku menoleh.
“Conor!” Pekikku.
“Hai Elle. Kulihat kau sedang bersama keluarga Hales.” Ujar Conor sambil melihat Nathaniel dingin.
“Con.” Ujarku memperingati, Conor menatapku. Kini pandangannya bersahabat kepadaku.
“Ell, kau mau tidak hari ini berjalan-jalan denganku? Kita ke pantai Alki lagi.” Ajak Conor. Aku berfikir sejenak. Terbayang di pikiranku aku bisa berada di Pantai Alki dan bermain bersama Conor.
“Aku rasa pasti menyenangkan.” Ujarku. “Aku ikut Con.” Lanjutku
“Baiklah aku akan menunggumu di lapangan parkir setelah pelajaran usai.” Jelas Conor.
“Ok. Tapi aku ingin pergi ke suatu tempat, Con.” Jelasku teringat aku akan pergi ke toko buku.
“Baiklah aku bias menunggu, Ell.” Balasnya tersenyum kepadaku. Aku balas tersenyum.
“Ell!” Panggil Conor. Aku menoleh.
“Ada apa Con? Aku sudah bilang aku ada urusan sebelum kita kepantai.” Ujarku.
“Aku tahu itu Ell. Aku aku akan menemanimu” Balasnya tersenyum. Aku bals tersenyum. Entah mengapa setiap Conor tersenyum, aku selau tak bias menolak ikut tersenyum walaupun aku sedang sedih.
“Baiklah Conor. Ayo” Lanjutku. Kami pergi ke toko buku tua di Seattle. Aku mencari buku yang aku cari. Saat aku menemukan buku mengenai Elf’s, aku melihat buku mengenai Putri duyung, tapi disini tertulis kaum Oannes dan Ea. Aku tertarik dengan isi buku dan mengambilnya juga.
“Apa kau sudah menemukan apa yang kau cari Ell?” Tanya Conor.
“Yep.” Jawabku. Aku harus menyembunyikan ini dari Conor, ia pasti menganggapku lucu.
“Bolehkah aku lihat?” Tanyanya. Aku terdiam.
“Eh Con bagaimana kalau kau tunggu aku di luar. Aku akan membayar dulu” Ujarku mengubah topic. Conor menatapku. Tak lama kemudian ia pergi keluar.
“Baiklah Ell. Aku tunggu kau di luar!” Ujar Conor. Aku menarik nafas lega karena ia tidak menanyaiku macam-macam. Aku membayar buku-bukuku, dan menuju keluar. Kulihat Conor menungguku.
“Kau sudah selesai, Ell?” Tanyanya. Aku mengangguk.
“Baiklah ayo.” Ucapnya sambil menarik tanganku masuk ke Lotusku, dan ia meninggalkanku menaiki Mobil Ferrari Enzonya. Kami memacu mobil kami dengan cepat menuju Pantai Alki. Kami keluar dari mobil dan Berjalan-jalan menuju Pantai.
Huwaa.... maaf ya jelek.
Maaf lbh jelek dari yang bab 2.
maaf banget...
maklum ya. hehehehehehe